YWH : 10. A Day

Yudha membuat jarak beberapa langkah di belakang Rasha yang berjalan lunglai. Gadis itu tidak mengatakan apapun tentang kejadian kemarin, bahkan marah ataupun memaksa untuk tahu saja tidak.

Tapi justru itu yang membuat Yudha takut.

Apa Rasha baik-baik saja?

Yudha bingung mau mulai darimana, karena Yudha tidak tahu sejauh mana yang sudah Rasha ingat, ataupun Rasha dengar.

"Sampai nanti." Suara pelan Rasha membuat fokus Yudha kembali. Tidak sadar, sudah sampai di gedung fakultas Rasha.

"Acha." Yudha mendekat, memandang wajah Rasha yang terlihat lelah. Hampir seperti Rasha tahun lalu, tapi masih lebih baik. Laki-laki itu hanya bisa tersenyum sambil menghela napas. "Nanti aku jemput kalau sudah selesai."

Rasha mengangguk, kemudian berlalu. Yudha tidak masuk kelas hari ini. Dia memilih menunggu di taman dekat fakultas Rasha. Yudha tidak keberatan melakukan hal ini –menunggui Rasha seperti gadis itu adalah anak kecil yang tidak bisa apa-apa. Rasha memang bukan anak kecil, tapi Yudha rasa gadis itu masih belum bisa menghadapi yang sebenarnya sendirian.

Mungkin Rasha bisa, hanya saja Yudha yang tidak tega menemui Rasha di masa-masa seperti itu. Seperti bukan Rasha, seperti bukan gadis yang selalu membalas kalau dia ganggu ketika sekolah.

Lagipula, mungkin ini salah satu cara Yudha membayar apa yang ia lakukan pada Rasha, atau mungkin Yudha juga ingin menghabiskan waktu bersama Rasha sebelum gadis itu ingat apa yang sebetulnya terjadi.

Apapun itu, Yudha ingin terus ada di samping Rasha, bagaimanapun caranya.

Lamunan Yudha terhenti ketika dua mahasiswa perempuan menghampirinya.

"Uh... kamu pacar Rasha?" Tanya gadis yang rambutnya hitam.

Yudha bingung menjawabnya. Dia memang sudah lebih-sangat-tambah dekat dengan Rasha, tapi mereka belum mendeklarasikan apapun.

Dengan berat hati Yudha menggeleng.

"Hah? Tapi kalian sering terlihat bersama?" Giliran perempuan yang rambutnya di cat dan kukunya terlihat mencolok yang berkata.

"Yaah. Begitulah keadaannya." Yudha sedikit tertohok, tapi bagaimana lagi?

Si gadis yang lebih tenang memberi tanda ke gadis ramai untuk berhenti menanyakan hal itu.

"Ada apa?" Tanya Yudha yang canggung melihat dua gadis tidak dikenal tiba-tiba mendekatinya.

"Aku Belinda, dan ini Xandra." Belinda mengangsurkan barang-barang yang Yudha tahu itu milik Rasha. "Ini barang Rasha, seharian ini dia tidak masuk kelas. Ponselnya juga tidak dibawa. Kami tidak bisa menghubungi Rasha."

Maka tegaklah duduk Yudha. Instingnya bilang ada yang tidak beres.

"Acha kemana?" Tanya Yudha ketika dua orang 'tamunya' sudah duduk. Xandra sedikit bergidik mendengar Yudha meyebut nama kecil Rasha. Sebuah bentuk inferior Yudha... Kalau Xandra mau menuduh.

"Justru itu yang mau kami tanyakan." Sahut Xandra. Belinda mendelik, tidak menyangka progresnya secepat ini. "Akhir-akhir ini Rasha sering tidak masuk kelas, kamu tahu kemana dia?"

Giliran Yudha mendelik. "Acha jarang masuk kelas?" Tapi kan, setiap hari Yudha sudah mengantar gadis itu sampai gedung fakultasnya, dan menjemput Rasha selepas kuliah?

Entah kenapa, Yudha yakin alasannya berkaitan dengan seringnya Rasha terlihat di rooftop.

"Uh... Belinda?" Kata sebuah suara, kali ini laki-laki. Yudha mendongak. "Ini hasil kuis kalian. Tadi baru saja aku ambil di ruang dosen. Waktu aku kembali ke kelas, semua sudah keluar."

"Oh, iya terima kasih -"

"Johnny!" Seru Yudha mengagetkan yang lain. Johnny memandang Yudha bingung.

"Siapa...?" Johnny bertanya pelan pada Xandra dan Belinda. Yudha bingung.

"Hah? Kamu tidak kenal aku?" Yudha menunjuk dirinya sendiri. Xandra dan Belinda ikut bingung.

"Apa harusnya aku mengenalmu?" Tanya Johnny jadi ikut bingung juga.

"Ini Yudha, yang membawa Rasha pulang waktu dia kecelakaan di gerbang kampus. Kita pernah bertemu di klinik kampus." Jelas Belinda.

Giliran Johnny yang bingung. "Aku ada di sana?"

Pertanyaan Johnny barusan membuat mereka bertiga diam. Xandra memandang Belinda. "Ada yang tidak beres." Bisiknya. Belinda mengangguk.

"Hei!" Panggil sebuah suara, laki-laki lagi. Kali ini Yudha mengenalnya, betulan. "Kamu gila ya? Absenmu mepet! Malah tidak masuk lagi!" Keenan menggetok kepala Yudha. Korbannya menyingkir, lalu menghempas tangan Keenan keras.

"Tapi sudah kamu  back-up kan?" Tanya Yudha sambil mengangsurkan snack dari tasnya, untuk Keenan. Laki-laki itu terkekeh, memberikan jempol pada Yudha. "Terbaik!" Seru Yudha.

"Hei! Kamu cepat sekali sampai ke sini!" Seru Keenan pada Johnny.

Keempat yang lain memandang Keenan. "Itu... tadi kami bertemu di depan toilet, dan dia tanya-tanya tentang Rasha yang minta diambilkan buku tahunan dari tas Yudha. Dia kira aku kenal Rasha dari SMA, tapi aku saja tahu dari bocah ini." Keenan menepuk lengan Yudha.

Johnny makin bingung. Ia yakin ini pertama kalinya dia bertemu Yudha, dan Johnny super yakin kalau dia belum ke toilet hari ini.

Xandra berdiri dengan tergesa. "Terakhir kamu lihat 'Johnny' yang tadi, dia pergi ke arah mana?"

---

"Kamu yakin 'kamu' masih di rooftop?" Tanya Yudha sambil mengatur napas. Tangannya menahan Johnny menaiki tangga, sekalian menunggu Xandra dan Belinda yang berlari mendekat. Yudha merutuki kaki panjang Johnny.

"Setidaknya... bisa dicoba. Barusan temanmu bilang begitu, kan?" Johnny mengerti maksud Yudha untuk menunggu gadis-gadis di belakangnya, makanya dia menyender pada dinding.

"Tapi tidak ada siapa-siapa di sini? Lagipula kalau sudah ketemu, kamu mau apa?" Yudha mengusap rambutnya, membuat dahinya kena angin meskipun sebentar.

Johnny menggedikkan bahu. "Aku tidak tahu. Memintanya berhenti melakukan apapun ini, mungkin? Dia membuatku lelah."

Yudha diam saja. Sedikit tidak paham dengan situasi. Kenapa mereka harus ada di sini saat ini? Apa yang akan mereka lakukan nantinya?

"Kita coba ke atas." Kata Johnny sambil berlalu ketika Belinda dan Xandra sudah tiba.

"Ish..." Yudha menggerutu tapi tetap menyusul. Toh, ini ada kaitannya dengan Rasha jadi mau tidak mau dia ikut. "Kalian masih kuat?" Tanya Yudha pada Belinda dan Xandra yang terengah-engah habis diajak sprint pendek oleh Johnny.

Belinda dan Xandra mengangguk.

"Oke, sebentar lagi kok." Yudha segera menyusul Johnny dan menemukan hal yang menurutnya paling seram selama dia hidup.

"Jo-Johnny..." Yudha memandang orang di sampingnya dan di depan pintu bergantian. Mereka berdua sama persis. Johnny juga sama, sama takjubnya ketika melihat'nya' berdiri di dekat pintu. Seseorang yang mirip Johnny itu gayanya tak acuh, tapi awas, seperti memantau keadaan Rasha dan 'tugas'nya di rooftop melalui pintu yang terbuka. Berusaha tidak terlihat mencolok.

Belinda dan Xandra datang, suasanya sedikit gaduh, membuat 'Johnny' menoleh. Sontak keempat mahasiswa itu kaget. 'Johnny' mengangkat ujung bibirnya sedikit, membuatnya terlihat seperti tersenyum kecil.

Tapi tiba-tiba 'Johnny' menatap Johnny. Mata mereka bertemu, dan–

"Jangan tatap matanya!" Jerit Xandra sambil menutup mata Johnny dari belakang. Terlambat. 'Johnny' sudah menghilang.

Xandra menurunkan tangannya, percuma. 'Johnny' sudah masuk ke Johnny. Wajah Johnny jadi terlihat makin mengantuk sekarang.

'Johnny' segera melesat menuju pintu sebelum lempeng logam itu terbanting menutup tepat di depan wajahnya.

"BOCAH NAKAALL!!" Suara yang bukan milik Johnny menggelegar dari tubuh milik Johnny.

-------------------------------
pernah di post di wattpad.
klik ini untuk ke daftar isi.
klik ini untuk ke part selanjutnya.
klik ini untuk ke part sebelumnya.
-------------------------------

Comments