Aku baru mau bangkit setelah mengambil air mineral dari rak paling bawah, ketika mendengar suara berat bapak-bapak memarahi seorang pemuda di kounter.
"Apa kamu yakin tidak mencurinya?!"
"Demi Tuhan, pak," pemuda itu membentuk V dengan telunjuk dan jari tengahnya.
"Kalau begitu kemana perginya dua buntal uang kertas dan satu plastik kecil uang koinku, hah?! Kamu pikir mereka punya kaki untuk jalan sendiri?!"
Pemuda itu diam, tampak kehabisan kata-kata... dan tidak habis pikir bagaimana bisa pria tua didepannya menuduhnya mencuri. "Pak, bukan saㅡ"
"JANGAN BOHONG!"
"Bukannya bapak bilang kemarin hendak mengambil sejumlah uang, pak? Bapak sudah cek? Jangan-jangan bapak sudah ambil?"
"KAMU MENIMPAKAN KESALAHAN PADAKU, HAH?!"
"Bukan pak, maksud saㅡ"
"Ada apa ya pak?" Sebuah suara memotong percakapan sengit pemuda dan pria tua itu.
Wow... drama ini semakin menarik. Ada seorang gadis pemberani tiba-tiba datang dan melerai mereka berdua. Pak tua itu menjelaskan apa yang sedang terjadiㅡbohong, pak tua itu kembali menyalahkan si pemuda dan meminta gadis itu untuk tidak ikut campur.
"Bagaimana bisa saya tidak ikut campur ketika teman saya sedang dituduh yang tidak-tidak?!" Suara gadis itu meninggi yang membuatku, pak tua, dan si pemuda membelalakkan mata.
Pak tua itu terlihat kelabakan karena dibentak seorang yang menurutnya hanya gadis bau kencur. "Tap-tapi...! Dia kan seharian berada disiㅡ"
"Kamu! Mencuri atau tidak?! Jawab yang jujur!" Pemuda itu sedikit terkejut ketika si gadis menanyainya. Pemuda itu menggeleng.
"Bapak sudah dengar jawabannya kan? Kalau begitu saya permisi dulu!" Kemudian gadis itu menarik lengan pemuda dan pergi meninggalkan minimarket. Menyisakan pak tua yang masih bersungut-sungut di balik kounter dan belanjaan si gadis yang ia tinggalkan disana, tidak jadi ia beli.
Oh, jangan lupakan aku, di seberang ruangan.
Beruntung minimarket sedang sepi di malam hari, kalau tidak mungkin keadaan tidak setenang ini. Merasa sudah tidak ada yang akan aku beli, aku berjalan menuju kounter.
"Dasar pemuda nakal!" Pak tua itu sesekali mengeluh ketika menghitung air mineral dan makanan kemasan milikku. Aku menyerahkan uang setelah bapak itu menyebutkan nominal harga. Gerakan pak tua mengambil kembalian itu terhenti, matanya membulat. Aku mengikuti arah pandangannya.
Di bawah sekat tempat menyimpan uang, terlihat plastik menyembul berisi dua buntal uang kertas dan satu plastik uang koin.
"IniㅡBagaimanaㅡ"
"Wah, beruntung sekali bapak tidak jadi kehilagan pegawai." Aku mengingatkan bapak itu untuk mengambilkan kembalianku. Tangannya sedikit bergetar dan tatapannya bingung ketika menyerahkannya padaku.
"Tapi sepertinya bapak harus minta maaf pada pegawai bapak yang tidak bersalah itu." Kataku sambil mengangguk tanda permisi, kemudian keluar diiringi suara berdehem bapak tua yang wajahnya sudah sedikit memerah, menahan malu karena ketahuan sudah menuduh sepertinya.
Setelah keluar, aku mencari kucing terlantar yang kutemukan sebelum masuk minimarket tadi. Bulunya aku yakin dulunya putih bersih, ia kucing yang sangat menggemaskan –sebelum seseorang membuangnya di jalanan dan membuatnya menjadi terlihat lusuh serta kurus kering.
"Meong, aku sudah beli makanㅡ" Kataku terhenti, langkahku juga.
Kucing yang tadi diam sendirian di pinggir jalan, kini sudah ada yang menemani. Seorang anak laki-laki berseragam SMA berjongkok di hadapannya. Anak laki-laki itu juga melakukan hal yang sama ketika melihatku, kegiatan mengelus-elus si kucing terhenti.
"Milikmu?" Tanyaku, dia menggeleng.
Aku ikut berjongkok di sebelahnya, tapi reaksinya di luar bayanganku. Dengan segera anak laki-laki itu berdiri dan sedikit berjalan mundur. Tangannya menepuk-nepuk celananya.
Apa dia merasa terancam olehku?
Demi melihatnya seperti itu, aku ikut berdiri. "Aku tidak akan mengganggumu, tenang saja." Aku menyerahkan kantong plastik di tanganku. "Ini air mineral dan makanan, untuk si kucing." Dia hanya memandangku sekilas dan plastik bergantian. Beberapa lama, tidak ada pergerakan apapun darinya.
"Ya sudah." Dengan segera aku menuangkan air ke dalam plastik yang sudah kubuat sedemikian rupa agar bisa menampung air untuk minum si kucing, lalu membuka makanan kucing dan kuletakkan di dekatnya.
Benar saja, kucing itu langsung menyergap hidangan yang kusiapkan. Aku mengelus-elus kepalanya. Kasihan, dia pasti kelaparan.
"Aku hanya ingin memberinya ini, kok." Aku berdiri sambil mengarahkan atensiku ke pemuda yang masih berdiri di tempat. Sekarang dia justru membuang pandangannya ke segala arah. Aku menghela napas.
"Baiklah baik, aku akan pergi, kamu bisa lanjutkan quality time bersama si kucing." Tanpa ba-bi-bu aku berbalik pergi. Merasa dongkol juga karena dari tadi hanya aku yang bicara, tanpa ditanggapi sepatah kata pun olehnya.
-------------------------------
klik ini untuk ke daftar isi.
klik ini untuk ke part selanjutnya.
"Apa kamu yakin tidak mencurinya?!"
"Demi Tuhan, pak," pemuda itu membentuk V dengan telunjuk dan jari tengahnya.
"Kalau begitu kemana perginya dua buntal uang kertas dan satu plastik kecil uang koinku, hah?! Kamu pikir mereka punya kaki untuk jalan sendiri?!"
Pemuda itu diam, tampak kehabisan kata-kata... dan tidak habis pikir bagaimana bisa pria tua didepannya menuduhnya mencuri. "Pak, bukan saㅡ"
"JANGAN BOHONG!"
"Bukannya bapak bilang kemarin hendak mengambil sejumlah uang, pak? Bapak sudah cek? Jangan-jangan bapak sudah ambil?"
"KAMU MENIMPAKAN KESALAHAN PADAKU, HAH?!"
"Bukan pak, maksud saㅡ"
"Ada apa ya pak?" Sebuah suara memotong percakapan sengit pemuda dan pria tua itu.
Wow... drama ini semakin menarik. Ada seorang gadis pemberani tiba-tiba datang dan melerai mereka berdua. Pak tua itu menjelaskan apa yang sedang terjadiㅡbohong, pak tua itu kembali menyalahkan si pemuda dan meminta gadis itu untuk tidak ikut campur.
"Bagaimana bisa saya tidak ikut campur ketika teman saya sedang dituduh yang tidak-tidak?!" Suara gadis itu meninggi yang membuatku, pak tua, dan si pemuda membelalakkan mata.
Dia bukan gadis biasa saja.
Pak tua itu terlihat kelabakan karena dibentak seorang yang menurutnya hanya gadis bau kencur. "Tap-tapi...! Dia kan seharian berada disiㅡ"
"Kamu! Mencuri atau tidak?! Jawab yang jujur!" Pemuda itu sedikit terkejut ketika si gadis menanyainya. Pemuda itu menggeleng.
"Bapak sudah dengar jawabannya kan? Kalau begitu saya permisi dulu!" Kemudian gadis itu menarik lengan pemuda dan pergi meninggalkan minimarket. Menyisakan pak tua yang masih bersungut-sungut di balik kounter dan belanjaan si gadis yang ia tinggalkan disana, tidak jadi ia beli.
Oh, jangan lupakan aku, di seberang ruangan.
Beruntung minimarket sedang sepi di malam hari, kalau tidak mungkin keadaan tidak setenang ini. Merasa sudah tidak ada yang akan aku beli, aku berjalan menuju kounter.
"Dasar pemuda nakal!" Pak tua itu sesekali mengeluh ketika menghitung air mineral dan makanan kemasan milikku. Aku menyerahkan uang setelah bapak itu menyebutkan nominal harga. Gerakan pak tua mengambil kembalian itu terhenti, matanya membulat. Aku mengikuti arah pandangannya.
Di bawah sekat tempat menyimpan uang, terlihat plastik menyembul berisi dua buntal uang kertas dan satu plastik uang koin.
"IniㅡBagaimanaㅡ"
"Wah, beruntung sekali bapak tidak jadi kehilagan pegawai." Aku mengingatkan bapak itu untuk mengambilkan kembalianku. Tangannya sedikit bergetar dan tatapannya bingung ketika menyerahkannya padaku.
"Tapi sepertinya bapak harus minta maaf pada pegawai bapak yang tidak bersalah itu." Kataku sambil mengangguk tanda permisi, kemudian keluar diiringi suara berdehem bapak tua yang wajahnya sudah sedikit memerah, menahan malu karena ketahuan sudah menuduh sepertinya.
Setelah keluar, aku mencari kucing terlantar yang kutemukan sebelum masuk minimarket tadi. Bulunya aku yakin dulunya putih bersih, ia kucing yang sangat menggemaskan –sebelum seseorang membuangnya di jalanan dan membuatnya menjadi terlihat lusuh serta kurus kering.
"Meong, aku sudah beli makanㅡ" Kataku terhenti, langkahku juga.
Kucing yang tadi diam sendirian di pinggir jalan, kini sudah ada yang menemani. Seorang anak laki-laki berseragam SMA berjongkok di hadapannya. Anak laki-laki itu juga melakukan hal yang sama ketika melihatku, kegiatan mengelus-elus si kucing terhenti.
"Milikmu?" Tanyaku, dia menggeleng.
Aku ikut berjongkok di sebelahnya, tapi reaksinya di luar bayanganku. Dengan segera anak laki-laki itu berdiri dan sedikit berjalan mundur. Tangannya menepuk-nepuk celananya.
Apa dia merasa terancam olehku?
Demi melihatnya seperti itu, aku ikut berdiri. "Aku tidak akan mengganggumu, tenang saja." Aku menyerahkan kantong plastik di tanganku. "Ini air mineral dan makanan, untuk si kucing." Dia hanya memandangku sekilas dan plastik bergantian. Beberapa lama, tidak ada pergerakan apapun darinya.
"Ya sudah." Dengan segera aku menuangkan air ke dalam plastik yang sudah kubuat sedemikian rupa agar bisa menampung air untuk minum si kucing, lalu membuka makanan kucing dan kuletakkan di dekatnya.
Benar saja, kucing itu langsung menyergap hidangan yang kusiapkan. Aku mengelus-elus kepalanya. Kasihan, dia pasti kelaparan.
"Aku hanya ingin memberinya ini, kok." Aku berdiri sambil mengarahkan atensiku ke pemuda yang masih berdiri di tempat. Sekarang dia justru membuang pandangannya ke segala arah. Aku menghela napas.
Sepertinya dia tidak suka aku ada di sini.
-------------------------------
klik ini untuk ke daftar isi.
klik ini untuk ke part selanjutnya.
klik ini untuk ke part sebelumnya.
-------------------------------
-------------------------------
Comments
Post a Comment