YWH - P : Into You

"Oh, kamu bisa bercanda juga ternyata."

Satria mengangkat alis karena reaksi Yudha barusan. Saat ini mereka sedang membicarakan tugas kelompok, dan kebetulan mereka berdua satu kelompok. Lagi.

"Ya... memang menurut kamu aku se'kaku' itu?"

"Tidak juga sih, cuma jarang lihat kamu bicara." Yudha menggaruk kepalanya. Satria mengangguk, lumayan maklum dengan jawaban yang sudah bisa ditebak.

"Aku bisa bercanda kok, bisa ketawa juga. Bisa makan, bisa ngantuk, bisa main bola, bisa–"

"Oh ya?!" Seru Yudha memotong kata-kata Satria. Murid laki-laki bermata tajam dan berdagu lancip itu mengangguk, sedikit terkejut –lagi-lagi karena reaksi Yudha yang duduk di bangku depannya itu.

"Nanti istirahat main bola, yuk! Kelas kita cuma main bersepuluh! Nggak seru!"

Satria tertawa –karena reaksi Yudha lagi. "Oke!"

"Nice!" Yudha mengajak berhigh-five dengan caranya.

Bel masuk istiraha pertama pagi ini sudah berbunyi dari tadi sebetulnya, tapi Yudha masih betah nongkrong di depan Satria –yang Satria yakin bukan karena tugas tapi karena mereka mengandalkan kesebelasan yang sama.

"HEH! MINGGIR!" Usir si empunya kursi pada Yudha. Gadis itu melotot, tapi Yudha juga mendelik.

"PELIT!" Seru Yudha tak mau kalah.

"BIAR!"

"SEBENTAR LAGI, AH!"

"ITU GURU SUDAH MASUK!" Gadis itu makin agresif mengusir Yudha dari kursinya.

Yudha mendapati guru dengan penggaris untuk menghalau anak-anak di koridor agar masuk kelas. Yudha mendengus.

"Nanti yak, Sat! Istirahat!" Yudha mengajak Satria tos, kemudian berlagak memarahi si gadis. Gadis itu tidak mau kalah, ekspresinya seperti akan melahap pemuda berambut yang hampir mengenai kerah bajunya itu –yang selalu jadi sasaran empuk para guru.

Satria tertawa pelan. Gadis yang duduk di depannya itu memang menarik.

---

Satria mengawasi Yudha yang menggiring bola menuju gawang. Satria sudah memberi sinyal pada Yudha sebelumnya kalau posisinya bagus. Yudha juga sudah menerima dan sedang mencari waktu yang tepat, sebelum akhirnya justru menembak ke arah yang berlawanan.

Kurang lebih dua puluh dua kepala di situ mengikuti arah bola yang melayang ke luar lapangan, yang kemudian mendarat cukup keras di lengan seorang murid perempuan.

PANG!

"ADUH!" Pekik si gadis itu. Matanya mencari sumber bola, dan mendapati teman sekelasnya terkekeh mendekatinya. Gadis itu melotot.

"Woops, sswarryy~" Kata Yudha tak serius, yang mengundang timpukan kedua orang murid perempuan itu.

"Yeeu, si Yudhaa kebiasaaan!" Teman-teman Yudha di lapangan menggerutu melihat Yudha di pinggir lapangan. Beberapa dari mereka ikut membubarkan diri, sekedar berteduh atau meneguk sebotol air.

Begitu juga Satria yang menatap fragmen di bawah pohon itu, dan merekamnya dengan kuat di kepalanya.

'Oh, ternyata bukan cuma aku yang menganggapnya menarik.'

---

"Lihat-lihat, kek!" Seru kawan si gadis yang tadi berjalan di samping korban, menjadi saksi. Yudha hanya memberi gestur maaf sekilas, kemudian balik menendang bola ke tengah lapangan.

"Rasha, kamu tidak apa-apa?" Tanya Sonia.

"Sakit, sih..." Gadis bernama Rasha itu mengamati kulitnya yang lumayan berwarna sekarang. Lengan seragamnya ia angkat sedikit, dan ya, memang terasa nyeri.

Yudha kemudian merogoh sakunya.

"Nih, kupon buat beli coklat kalengan," Yudha meraih tangan Rasha dan meletakkan kertas itu di genggaman si gadis. "Yang dingin."

Rasha dan Sonia menatap sobekan kertas yang garisnya tidak rapi itu dengan agak bingung.

"Habis itu langsung ke UKS! Son, temenin ya!" Adalah kata-kata terakhir Yudha sebelum dirinya kembali berbaur dengan teman-temannya di lapangan.

Rasha menghela napas memandangi punggung Yudha.

"Lah, dia ngapain sih? Perasaan gol tim Yudha di ujung sana, kenapa bolanya sampai sini?" Sonia berdecak. "Ngapain coba, bela-belain nendang sampai ke ujung yang berlawanan? Dasar tidak jelas!"

Rasha mengangkat bahu. "Iseng kali. Biasa lah, Yudha, kalau punya alasan berarti dia sakit."

Rasha mengamati kupon yang digunting dari satu lembar besar itu dengan asal. Khas Yudha, biar dapat lebih banyak katanya. Rasha tersenyum, kemudian terkekeh, kemudian menjejak kesal.

"YUDHA MASALAHMU APA SIH! SAKIT TAHU! DASAR BOCAH!" Seru Rasha dari pinggir lapangan, kemudian segera pergi dari situ diikuti Sonia yang semakin bingung.

---

Yudha sedikit terkejut mendengar teriakan Rasha dari pinggir lapangan. Tapi kemudian dia tertawa.

"Kebiasaan Yudha! Selalu cari masalah terus sama Rasha!" Kata temannya menerima bola yang baru saja dipungut Yudha dari pinggir lapangan.

"Anak orang itu Yud, kamu kerjain terus. Kalo suka bilang aja, lah." Salah satu temannya menimpali.

"Sembarangan!" sahut Yudha. "Lanjut lagi, ayo!" Yudha memberi sinyal pada Satria untuk mengumpankan bola padanya.

Tapi tidak, Satria justru mencetak golnya sendiri. Mata Yudha melebar.

"Lain kali yang benar kalau main." Kata Satria singkat, kemudian berjalan keluar lapangan.

"OI! Belum selesai ini mainnya!" Teman-temannya menahan Satria pergi.

"Sori, aku ada urusan sebentar. Next time aku pasti gabung!" Kemudian Satria berlari seolah takut dicegat lagi.

Saat itulah Yudha mulai sadar kalau dia tidak boleh lengah terhadap Satria.

---

"Kamu tidak apa-apa?" Satria mengangsurkan minuman kaleng cokelat yang diterima dengan ragu. "Buat kamu." Satria meyakinkan.

"Oh... ya... makasih..." Rasha mencari-cari nama di kemeja anak laki-laki pendiam di kelasnya yang tiba-tiba menyusulnya ke UKS.

"Satria." Dia tersenyum menyebutkan namanya sendiri. "Seragam putih tempo hari, ingat?"

"Ah!" Rasha menepuk dahinya. "Iya Satria... aku ingat kok..."

Satria lagi-lagi tersenyum. "Sepertinya tidak tuh." Tapi kemudian berkata lagi, "tapi syukurlah kalau kamu ingat!" demi melihat bibir Rasha yang mengerucut.

"Baguslah, kita tidak usah ke kantin. Sudah dapat kan?" Sonia selesai menutul-nutul kulit Rasha dengan salep.

Rasha menggeleng. "Ini kupon dari tuan muda Yudha! Selama masih dapat, kita manfaatkan!"

Satria tersenyum simpul. "Ya... dua lebih baik, kan?"

Rasha mengembalikan atensinya ke Satria. "Betul kan?! Kamu sependapat denganku!"

Sonia cuma geleng-geleng saja melihat Rasha yang sekarang melesat ke kantin meninggalkan Satria dan Sonia di UKS.

"Kamu harus bekerja ekstra keras. Kamu lihat sendiri kan, she is kinda... insensitive." Sonia selesai mencatat kemudian mengajak Satria keluar. Satria mengikutinya, merasa Sonia akan memberitahunya tentang Rasha lagi.

"Kurasa, Rasha harus diberi tahu secara langsung. Dia tidak akan dengan mudah paham dengan gesture-gesture manis seperti yang kamu lakukan sebelum-sebelumnya."

Satria sedikit salah tingkah dengan pemilihan kata Sonia.

"Tapi yah... kurasa memang kamu harus mengeluarkan effort lebih untuk seorang Rasha." Langkah Sonia dan Satria terhenti sebelum sampai kelas. Di pintu, Rasha dan Yudha sedang bertengkar kecil lagi. "Kalau aku jadi kamu, aku menyerah. Dia satu tingkat di atas Rasha dalam hal ke-batu-annya." Sonia menunjuk Yudha.

Satria menarik napas. Mengamati Yudha yang mengatai Rasha rakus karena menenteng dua kaleng, serta Rasha yang menunjukkan memar di lengannya gara-gara Yudha. Anti klimaks karena guru sudah terlihat di koridor, membuat mereka semua buru-buru masuk kelas dan duduk manis di bangku masing-masing.

Tapi Satria tidak terlalu percaya pada Yudha, yang menurut sonia lebih 'batu' daripada Rasha. Rasha mungkin kurang mengerti pada hal yang menyangkut perasaan, tapi Yudha bukan bodoh sama sekali. Satria bisa merasakannya dari tatapan Yudha yang sekarang sedang teralih padanya. Satria berusaha menghiraukannya sambil mencatat, tapi karena tidak tahan dia balas menatap Yudha.

Satria kira Yudha akan membuang muka, tapi tidak. Yudha tidak berhenti, sampai Satria jengah sendiri dan lebih memilih untuk mengacuhkannya. Yudha tahu Satria tahu, dan Satria tahu Yudha mulai mengendus apa yang ia rasakan pada Rasha. Bahkan Satria rasa, Yudha sudah memposisikan dimana mereka bertiga berada.

Satria tersenyum kecut. Damn, we're all into you.

-------------------------------
pernah di post di wattpad dan medium.
klik ini untuk ke daftar isi.
klik ini untuk ke part sebelumnya.
-------------------------------

Comments