Kun adalah seorang mahasiswa jurusan seni musik di salah satu universitas swasta di kota. Meskipun bisa memainkan beberapa alat musik, keahliannya adalah bermain biola. Mendiang ibunya yang menurunkan bakat tersebut, mengajarinya sejak Kun berusia 6 tahun. Tak pernah Kun lupakan nasihat ibunya,
"Musik merupakan sesuatu yang menyembuhkan manusia, bukan hanya yang memainkannya, tapi juga yang mendengarkannya. Percayalah, ketika kamu melihat seseorang yang tersenyum berkat musikmu, adalah saat-saat yang menguatkan... karena musik adalah damai."
yang terus membuatnya bertahan dengan musik, meskipun banyak yang menyayangkan otak encer Kun.
Adalah ayahnya sendiri yang menginginkan Kun untuk masuk ke salah satu jurusan teknik di universitas negeri ternama di kotanya, namun Kun menolak. Ayahnya berkeras demi nama dan masa depan Kun, namun Kun mencari kedamaian dalam dirinya, bukan kedudukan di masyarakat. Jadilah hubungan mereka renggang, yang mengakibatkan pasokan uang untuk kuliah Kun menipis. Saat ini, Kun hidup ditunjang dengan beasiswa dan part time di sebuah minimarket strategis dekat kampus.
Saat bukan shiftnya bekerja, ia akan membuka case biolanya di bundaran kecil yang selalu ramai dilewati mahasiswa tak jauh dari minimarket itu, dan menggesekkan bow ke senar-senarnya. Nada indah mulai mengalun dari biolanya (biasanya Kun membawakan lagu-lagu terkini yang ia gubah ke versi instrumentalnya). Membuat beberapa yang lewat sekedar menoleh atau bahkan berkerumun di sekitarnya, melemparkan beberapa uang sambil tersenyum. Tiap senyum-senyum itu tak pernah lupa dikembalikan oleh Kun. Baginya, melihat case biola itu perlahan terisi tidak mampu mengalahkan senyuman orang-orang itu.
'Ibu tidak berbohong,' batinnya.
Namun ada seorang yang mengusik rasa penasarannya. Gadis itu bernama Mei, mahasiswa salah satu jurusan teknik di universitasnya (Kun tahu dari jaket himpunan yang sering dipakai gadis itu). Saat pertama kali Kun menggelar 'konser mini' nya, gadis itu hanya menoleh, lalu berlalu. Tidak seperti beberapa orang yang mulai menjadi penonton tetapnya, meskipun gadis itu setiap hari melewati jalan tersebut tidak pernah ia menganggap Kun ada.
Dan ia tidak pernah tersenyum.
Kun hafal jadwal Mei melewati jalan itu, jalan menuju indekosnya. Setiap hari Senin sampai Kamis, setelah menyelesaikan jadwal kuliahnya Mei selalu pergi saat petang dan kembali ketika mulai larut, sisanya gadis itu dari pagi sampai malam ada di kampus, dan baru pulang saat Kun hampir selesai dengan pertunjukkannya. Beberapa kali Kun juga melayani Mei saat di minimarket. Tidak pernah barang sedetik ia melihat bibir Mei tertarik keatas. Mei selalu sendiri, ia jarang terlihat bersama temannya.
Seperti saat ini. Kamis malam, shift terakhir Kun dibalik kasir minimarket di minggu ini. Suasana lengang. Kun menyandarkan dagu di tangan, mengantuk. Kun melamun menatap jalan yang gelap, mengingat-ingat dialog dengan ayahnya di telepon, menambah sedikit rasa yang tidak baik di hatinya. Namun lamunannya buyar ketika pintu terbuka, dan seorang gadis melenggang masuk, mengambil satu plus satu nasi bungkus rumput lautnya dan air mineral.
Gadis itu Mei.
Kun siaga dibalik kasir, sesekali diliriknya Mei ketika ragu-ragu mengambil coklat batangan yang didiskon karena hampir expired sedangkan stoknya menumpuk, tapi kembali lagi diletakkannya dan segera menuju kasir.
Kun menyebutkan sejumlah harga sambil memasukkan belanjaan ke dalam plastik, sambil matanya mencuri pandang ke paras Mei... masih tanpa senyum. Ketika Mei menyodorkan sejumlah uang, Kun meletakkan sebatang cokelat di tangan Mei.
"Itu buatmu." ujar Kun sambil tersenyum gugup. Sedikit takut karena caranya yang tidak hati-hati justru membuat Mei berpikir kalau dia laki-laki aneh. Gadis itu meletakkan cokelat itu di kounter dan hendak pergi, namun dengan sigap Kun memasukkannya lagi ke plastik. langkah Mei terhenti, matanya menatap Kun meminta penjelasan.
"Itu promo kok. Kalau beli itu dapat itu." Bohong, Kun berbohong.
Demi mendengar perkataan Kun, gadis itu menganggukkan kepala lalu melanjutkan langkahnya. Meninggalkan Kun yang masih tersenyum lebar. Menyisakan kikik dari teman yang juga piket bersamanya.
"Bego banget tampang lo!" Joe, yang baru saja selesai mendata stok tertawa melihatnya.
Keesokannya, Kun tidak memiliki shift jaga di minimarket. Setelah kuliah Kun bergegas menuju tempat favoritnya dan mulai memainkan biolanya. Beberapa orang mulai berdatangan. Namun percakapannya dengan ayahnya masih terngiang. Beberapa kali Kun salah nada. Di penghujung pertunjukkannya, Kun tidak fokus. Lagu 'closer' milik The Chainsmokers yang ia mainkan malah menjadi lagu lain (yang Kun tidak tahu apa).
Sebelum menjadi-jadi, Kun segera mengembalikannya menjadi lagu semula. Tanpa Kun sadari, ada sepasang mata yang memperhatikannya. Saat lagu selesai, tatapan Kun bersirobok dengan mata itu. Milik Mei. Kun tidak memindahkan atensinya, begitu juga Mei. Menurut Kun, itu kedua kali Mei menganggapnya ada bermain biola disitu.
Hari berikutnya, perasaaan Kun kacau. Percakapan dengan ayahnya meningkat menjadi pertengakaran kecil. Meskipun begitu Kun tetap berusaha mengembalikan senyuman yang ia dapatkan. Di penghujung pertunjukkannya, sudah sedikit orang yang lewat , dan tidak ada yang tinggal melihat pertunjukkan Kun. Ia pun memainkan biolanya sesuai dengan suasana hati.
Kadang ia cepat, sesekali lambat. Rendah, kemudian tinggi. Ia tumpahkan semua perasaannya ke senar-senar biola itu, mencurahkan isi hati yang tidak bisa dengan mudahnya ia ungkapkan ke orang lain. Hanya ia dan biolanya yang tahu, begitu setidaknya pikir Kun. Namun ia salah. Seorang gadis melangkahkan kakinya pelan ke arah Kun. Berdiri diam, menunggu Kun menyelesaikan permainannya. Saat Kun mengakhiri lagunya, ia baru sadar ada atensi yang tertumbuk padanya.
Mei.
Kun dan Mei hanya saling tatap tanpa suara. Baru kali ini Kun melihat Mei dari dekat... dan cukup lama. Gadis itu meskipun tidak pernah tersenyum tapi memiliki air muka yang lembut. Kun tidak ingin memindahkan pandangannya saat ini. Dilihatnya Mei merogoh sesuatu di tasnya, kemudian menunduk, memindahkan barang tersebut ke case biola Kun.
Kemudian sesuatu yang Kun tidak pernah sangka akan datang... Mei perlahan menarik kedua sudut bibirnya ke atas.. membentuk sebuah senyuman yang justru tidak bisa Kun balas. Kun terpana menatap sesuatu di hadapannya, sebuah senyum yang paling indah sedunia.
----------------------------------
pernah di post di wattpad.
----------------------------------
Comments
Post a Comment